BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota tua sudah
ditetapkan menjadi cagarbudaya oleh pemerintah setempat terutama kawasan
stasiun Jakarta kota (beos), disana banyak terdapat bangunan-bangunan
bersejarah yang beradapa di sekitar stasiun Jakarta Kota diantaranya yang masuk
ke dalam daftar cagar budaya adalah : Gedung bank Mandiri Kanwil III, BNI 46,
Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, Gedung PT. Kerta niaga, Gedung
Platoon, PT. Asuransi Jasindo, Hotel Beverly hill, dan tentunya stasiun Jakarta
kota itu sendiri yang biasa disebut stasiun BEOS.
Diantara
Bangunan bersejarah itu ada yang berubah secara fungsi, ada yang tetap, adapula
yang mengalami renovasi baik secara arsitektur ataupun secara konsep bangunan.
Tenu dalam menentukan hal tersebut harus melalui beberapa analisa terlebih
dahulu, yang pertama mengacu kepada teori-teori yang ada untuk mentukan kelas
bangunan dan tingkat pemugaran, selanjutnya mencari sejarah bangunan tersebut
baik arsitekturnya ataupun fungsi dari bangunan tersebut dimasa lalu. Langkah
terakhir adalah pemugaran dengan mengacu kepada teori dan aturan yang ada.
Mengingat
konservasi suatu bangunan bersejarah itu sanat penting maka dengan alasan
tersebut penulis membuat tugas penulisan ini untuk mengidentifikasi tingkat
pemugaran di setiap bangunan di kawasan stasiun Jakarta kota (BEOS).
BAB II
DATA DAN TEORI
2.1.
KRITERIA BANGUNAN KUNO
Kriteria tersebut sesuai dengan Pasal 8 Perda DKI Jakarta No. 9/1999
tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya,
penentuan bangunan cagar budaya ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai
berikut:
a.
Sejarah
b.
Umur
c.
Keaslian
d.
Kelangkaan
2.2.
TIPOLOGI BANGUNAN KUNO
Di Indonesia sendiri, terutama di daerah Jakarta dan sekitarnya,
bangunan-bangunan yang memenuhi kriteria sebagai bangunan kuno dan bersejarah
yang harus dilestarikan jumlahnya tidak sedikit dengan berbagai macam tipologi.
Berdasarkan sejarah perkembangan arsitektur yanga ada di Indonesia, tipologi bangunan-bangunan tersebut dapat dibagi
menjadi berikut (Kemas Ridwan,
5 Maret 2009):
A. Bangunan masyarakat Kolonial Eropa
·
Bangunan periode VOC (abad XVI-XVII), arsitektur periode pertengahan Eropa.
Ciri-ciri
bangunan ini adalah kesan tertutup, sedikit bukaan, jendela besar tanpa
tritisan, tanpa serambi.
·
Bangunan
periode negara kolonial
(Neo Klasik Eropa).
Ciri-ciri
bangunan ini adalah atap-atap tritisan, veranda dan jendela- jendela krepyak
·
Bangunan
modern kolonial (abad
XX)
Ciri-ciri bangunan ini adalah bergaya Art Deco dan Art
Nouveau.
B.
Bangunan masyarakat China.
Ciri-ciri bangunan ini adalah berupa
shop houses bergaya
Cina Selatan, terletak di
sekitar core inti wilayah utama suatu daerah. Contohnya: bangunan klenteng
yang ada di Petak 9 di daerah Glodok.
c.
Bangunan masyarakat pribumi.
Ciri-ciri bangunan ini adalah berada di luar benteng, berupa rumah
panggung namun ada juga yang langsung menyentuh lantai, menggunakan bahan-bahan
alami. Saat ini bangunan dengan tipologi sudah banyak yang punah.
D. Bangunan modern Indonesia.
Ciri-ciri
bangunan ini adalah bergaya Internasional Style. Contohnya: Gedung BNI 46 yang
berada di dekat Stasiun Kota
2.3.
JENIS
KEGIATAN PELESTARIAN DAN TINGKAT PERTUMBUHAN
Highfield (1987: 20-21) menjabarkan tingkat perubahan
pada tindakan pelestarian dalam tujuh tingkatan, yakni
1. Perlindungan
terhadap seluruh struktur bangunan, beserta dengan subbagian-bagian
penyusunnya, dan memperbaiki finishing interior, utilitas bangunan, dan
sarana-prasarana. Dalam tingkat pelestarian yang paling rendah, perubahan yang
memungkinkan terjadi adalah perbaikan tangga eksisting untuk disesuaikan dengan
kebutuhan lift, penggunaan sistem penghawaan buatan sederhana yang
dikombinasikan dengan penghawaan alami;
2. Perlindungan
terhadap seluruh selubung eksterior bangunan, termasuk atap dan sebagian besar
interiornya, dengan perubahan kecil pada struktur internal, dan memperbaiki
finishing interior, utilitas bangunan, dan sarana saniter. Perubahan struktural
dapat melibatkan demolisi beberapa subbagian interior, atau penambahan tangga
baru, dan apabila memungkinkan shaft lift;
3. Perlindungan
terhadap seluruh selubung eksterior eksisting, termasuk atap, dengan perubahan
besar pada struktur internal serta perbaikan finishing, utilitas, dan sarana
saniter. Perubahan besar pada struktur internal dapat melibatkan penambahan
tangga beton bertulang yang baru, instalasi lift, demolisi dinding struktur
pada interior secara skala yang lebih luas, atau penambahan lantai baru selama
sesuai dengan ketinggian lantai aslinya;
4. Perlindungan
seluruh dinding selubung bangunan, dan demolisi total pada atap dan
interiornya, dengan membangun bangunan yang sama sekali baru di belakang fasad
yang dipertahankan. Opsi ini dapat dilakukan pada bangunan yang terisolasi,
seluruh dinding fasad eksternal layak untuk dilindungi, tapi pengembangan ke
depannya menbutuhkan wadah untuk fungsi yang sama sekali baru, bebas dari
elemen internal bangunan eksisting;
5. Perlindungan
hanya pada dua atau tiga penampang/tampak bangunan eksisting, dan demolisi
total terhadap sisanya, dengan pembangunan bangunan yang sama sekali baru di
belakang dinding fasad yang dipertahankan. Opsi ini dapat dilakukan pada
bangunan yang tapaknya terletak pada sudut pertemuan dua atau lebih jalan;
6. Perlindungan
hanya pada satu penampang/tampak bangunan, sebuah dinding fasade dari bangunan
eksisting, dan demolisi total terhadap sisanya, dengan membangun bangunan yang
sama sekali baru di belakang dinding fasad. Opsi ini dapat dilakukan apabila
bangunan tersebut hanya memiliki satu fasad yang penting, tampak bangunan yang
penting tersebut menghadap jalan utama dan seluruh sisa tampaknya menempel pada
bangunan di sekelilingnya; dan
7. Opsi paling
drastis pada pengembangan kembali adalah dengan tidak memberikan pilihan untuk
pelestarian, tetapi dengan demolisi total bangunan eksisting dan menggantinya
dengan bangunan yang baru.
2.4.
KRITERIA,
TOLAK UKUR DAN PENGGOLONGAN BENDA CAGAR BUDAYA
Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta no 9 tahun
1999 bab IV, dijabarkan tolok ukur kriteria sebuah bangunan cagar budaya
adalah:
1.
Tolok
ukur nilai sejarah dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa perjuangan, ketokohan,
politik, sosial, budaya yang menjadi symbol nilai kesejarahan pada tingkat
nasional dan atau Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
2.
Tolok
ukur umur dikaitkan dengan usia sekurang-kurangnya 50 tahun.
3.
Tolok
ukur keaslian dikaitkan dengan keutuhan baik sarana dan prasarana lingkungan
maupun struktur, material, tapak bangunan dan bangunan di dalamnya.
4.
Tolok
ukur tengeran atau landmark dikaitkan dengan keberadaaan sebuah bangunan
tunggal monument atau bentang alam yang dijadikan symbol dan wakil dari suatu
lingkungan sehingga merupakan tanda atau tengeran lingkungan tersebut.
5.
Tolok
ukur arsitektur dikaitkan dengan estetika dan rancangan yang menggambarkan
suatu zaman dan gaya tertentu.
Dari kriteria dan tolok ukur di atas lingkungan cagar
budaya diklasifikasikan dalam 3 golongan, yakni:
1.
Golongan
I: lingkungan yang memenuhi seluruh kriteria, termasuk yang mengalami sedikit
perubahan tetapi masih memiliki tingkat keaslian yang utuh.
2.
Golongan
II: lingkungan yang hanya memenuhi 3 kriteria, telah mengalami perubahan namun
masih memiliki beberapa unsur keaslian.
3.
Golongan
III: lingkungan yang hanya memenuhi 3 kriteria, yang telah banyak perubahan dan
kurang mempunyai keaslian.
2.5.
KLASIFIKASI BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI INDONESIA
Berdasarkan Perda
DKI Jakarta No.9/ 1999 Pasal 10 ayat 1, bangunan
cagar budaya dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
·
Golongan A
Pemugaran
bangunan pada golongan ini merupakan upaya preservasi berdasarkan ketentuan sebagai
berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 19):
1.
Bangunan
dilarang dibongkar dan atau diubah
2.
Apabila kondisi bangunan buruk, roboh,
terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun
kembali sama seperti semula sesuai
dengan aslinya
3.
Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus
menggunakan bahan yang sama/ sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan
mempertahankan detail ornamen
bangunan yang telah
ada
4.
Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan
adanya penyesuaian/ perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa
mengubah bentuk bangunan aslinya
·
Golongan B
Pemugaran bangunan golongan ini
merupakan upaya preservasi dengan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta
no.9/ 1999 Pasal 20):
1.
Bangunan dilarang dibongkar secara
sengaja dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak
layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali
sama seperti semula sesuai dengan aslinya
2.
Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus
dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap dan warna, serta dengan
mempertahankan detail dan
ornamen bangunan yang
penting
3.
Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi
dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur
utama bangunan
4.
Di dalam persil atau lahan bangunan cagar
budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi suatu kesatuan yang
utuh dengan bangunan utama.
·
Golongan C
Pemugaran bangunan golongan ini
merupakan upaya rekonstruksi dan
adaptasi dengan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 21):
1.
Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan
tetap mempertahankan pola tampak muka,
arsitektur utama dan bentuk atap bangunan
2.
Detail rnament dan bahan bangunan
disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam
keserasian lingkungan
3.
Penambahan bangunan di dalam perpetakan
atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus
sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam
keserasian lingkungan
4.
Fungsi
bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota.
Tabel Lingkup Pemugaran Bangunan Cagar Budaya
Golongan
|
Perubahan yang diperbolehkan
|
|||
Façade
|
Interior
|
Struktur Utama
|
Ornamen
|
|
A
|
-
|
-
|
-
|
-
|
B
|
-
|
√
|
-
|
√
|
C
|
-
|
√
|
√
|
√
|
√ = boleh dirubah
Sumber: Buku: Pelestarian
Bangunan Karya Arsitektur Antara Arkeologi dan Arsitektur, (Alia Sholeha,
2008, p. 9)
2.6.
MANFAAT
PELESTARIAN
Menurut
para tokoh mengemukakan manfaat dari pelestarian bangunan tua diantaranya ;
·
Budihardjo
(1985) mengemukakan setidaknya tujuh manfaat kegiatan preservasi, antara lain:
1. Pelestarian lingkungan lama akan memperkaya pengalaman visual,
menyalurkan hasrat kesinambungan, member tautan bermakna dengan masa lampau,
dan memberikan pilihan untuk tetap tinggal dan bekerja di dalam bangunan maupun
lingkungan lama tersebut;
2. Di tengah perubahan dan
pertumbuhan yang pesat seperti sekarang ini, lingkungan lama akan menawarkan
suasana permanen yang menyegarkan;
3. Teknologi pembangunan yang berorientasi pada nilai-nilai ekonomis di
atas lahan berskalabesar ternyata berakhir dengan keseragaman yang membosankan.
Upaya-upaya untuk mempertahankan bagian kota yang dibangun dengan skala akrab
akan membantu hadirnya sense of place, identitas diri, dan suasana kontras;
4. Kota dan lingkungan lama adalah salah satu asset terbesar dalam industry
wisata internasional, sehingga perlu dilestarikan;
5. Upaya preservasi dan konservasi merupakan salah satu upaya generasi
masa kini untuk dapat melindungi dan menyampaikan warisan berharga kepada
generasi mendatang;
6. Pengadaan preservasi dan konservasi akan membuka kemungkinan bagi
setiap manusia untuk memperoleh kenyamanan psikologi yang seangat diperlukannya
untuk dapat menyentuh, melihat, dan merasakan bukti fisik sesuatu tempat di
dalam tradisinya; dan
7. Upaya-upaya pelaksanaan preservasi dan konservasi akan membantu
terpeliharanya warisan arsitektur, yang dapat menjadi catatan sejarah masa
lampau dan melambangkan keabadian serta kesinambungan, yang berbeda dengan
keterbatasan kehidupan manusia.
·
Mills
(1994) mengklasifikasikan manfaat pelestarian bangunan dalam tiga bagian, yaitu
1. Keuntungan dari sisi ekonomi: Pada prinsipnya, pelestarian memberikan
keuntungan dalam hal waktu, karena menghemat antara setengah sampai
tiga-perempat waktu yang digunakan untuk demolisi dan konstruksi yang baru, sehingga
diikuti oleh keuntungan ekonomis, yakni: Masa pengembangan yang lebih singkat
mengurangi biaya pembiayaan projek dan juga mengurangi efek inflasi pada biaya
bangunan; dan Klien memiliki bangunan dalam jangka waktu yang lebih cepat,
dengan demikian dapat mulai menerima pemasukan dari penggunaan bangunan lebih cepat. Selain itu, biaya untuk
mengubah/merehabilitasi bangunan umumnya sekitar separuh dari biaya konstruksi
bangunan, karena banyak elemen bangunan yang sudah ada sebelumnya;
2. Keuntungan dari lingkungan: Bangunan yang mempunyai nilai sejarah
atau arsitektural tinggi sebaiknya dijaga, mengingat kontribusinya bagi
keramah-tamahan visual bagi kawasan sekitar, bagi kebudayaan, atau bagi
interpretasi sejarah. Pelestarian kawasan yang menarik jika dikombinasikan
dengan rehabilitasi bangunan tua untuk mengakomodasi fungsi yang modern
terkadang bisa diartikan sebagai keuntungan finansial. Konteks fisik suatu
bangunan yang telah dilestarikan sama pentingnya dengan nilai fisik bangunan
tersebut. Jika suatu bangunan berdiri dekat dengan bangunan tua lain yang
menarik secara arsitektural, daya tarik dan nilainya akan meningkat.
Pelestarian bangunan tersebut akan nampak, dan idealnya akan memperkuat
karakter dan integritas arsitekturalnya. Dalam konteks yang lebih luas,
bangunan dapat dilihat sebagai sumber daya yang potensial untuk digunakan
kembali (re-use) daripada sumber daya yang dapat tergantikan; dan
3. Keuntungan dari sisi sosial: Menciptakan suatu komunitas yang baru
adalah sebuah proses yang rumit dan tidak bisa tercapai seperti yang diharapkan
oleh arsitek dan perancang kota.
·
Menurut
Shrivani (1985) pelestarian pada suatu kawasan maupun bangunan dapat memberikan
beberapa manfaat antara lain:
1.
Manfaat
kebudayaan yaitu sumber-sumber sejarah yang dilestarikan dapat menjadi sumber
pendidikan dan memperkaya estetika;
2.
Manfaat
ekonomi yaitu adanya peningkatan nilai properti, peningkatan pada penjualan
ritel dan sewa komersil, penanggulangan biaya-biaya relokasi dan peningkatan
pada penerima pajak serta pendapatan dari sektor pariwisata; dan
3.
Manfaat
sosial dan perencanaan, karena upaya pelestarian dapat menjadi kekuatan yang
tepat dalam memulihkan kepercayaan masyarakat.
Meskipun kegiatan pelestarian
bangunan maupun kawasan bersejarah masih kurang dipahami sebagian masyarakat di
Indonesia, namun dengan banyaknya manfaat yang didapat melalui upaya
pelestarian sepatutnya hal ini mulai dikembangkan dalam pola pikir masyarakat
agar masyarakat suatu kota maupun kawasan yang memiliki potensi untuk
dilestarikan dapat ikut berperan serta dalam upaya pelestarian bangunan maupun
kawasan.
2.7.
PEMANFAATAN KEMBALI BANGUNAN CAGAR BUDAYA
Secara keseluruhan ada 3 cara pemanfaatan kembali bangunan cagar budaya
(R.M. Warner, S.M. Groff, R. P Warner, 1978, p. 17), yaitu:
a.
Continued Use
Cara ini berupa penggunaan kembali bangunan tua sesuai
dengan fungsi lamanya ketika pertama kali didirikan serta dapat juga
ditambahkan fungsi baru sebagai pendukung fungsi utamanya.
b.
Adaptive Re-use
Cara ini berupa penggunaan kembali bangunan tua dengan
mengubah fungsi awal dari bangunan tersebut dengan menyesuaikan pada keadaan
pada masa sekarang.
c.
New Additions
Cara ini berupa
penambahan konstruksi baru atau membangun
struktur baru pada struktur
sebelumnya dengan mempertimbangkan kesesuaian dengan bangunan sebelumnya.
BAB III
ANALISIS
3.1.
Gedung Bank Mandiri Kanwil III.
3.1.1.
Sejarah
Gedung ini dibangun pada masa colonial Belanda,
yaitu pada April 1937 dan diresmikan penggunaannya tanggal 25 Mei 1940, hasil rancangan dua arsitek Belanda yaitu :
J.F.L. Blankerberg (1888-1958) dan C.P. Wolf Schoemaker (1882-1949). Tanah yang
berada di Stationsplein-Binnen-Niewpoortstraat-Magazijnsweg dibeli pada akhir
tahun 1920. Gedung ini digunakan khusus sebagai kantor
Nederlandsche-Indische-Handelsbank (NIHB) yang sedang mengambangkan bisnisnya
saat itu.
(Sumber : Google street view)
3.1.2.
Arsitektur
Bangunan
Bangunan yang menghadap ke Taman Stasiun Jakarta
Kota, merupakan gedungasset Bank Mandiri yang hingga kini difungsikan sebagai
kantor perbankan. Gedung bergaya
Art-Deco yang tegak lurus ini, sangat mudah terlihat dari arah Stasiun Beos dan
Shelter Busway terakhir Kota. Gedung yang sekarang menjadi Kantor Wilayah dan
Cabang Bank Mandiri Jakarta-Kota, sebelumnya digunakan sebagai Kantor Cabang
Bank Bumi Daya.
(Sumber : Google street view)
Bangunan cagar budaya ini dirancang oleh dua arsitek
Belanda yang karyanya cukup banyak di Indonesia, yaitu J.F.L. Blankenberg
(1888-1958) dan C.P. Wolf Schoemaker (1882-1949) pada tahun 1935. Tanahnya yang
berada di Stationsplein-Binnen Nieuwpoortstraat –Magazijnsweg dibeli pada akhir tahun 1920. Konstruksi gedung
mulai dibangun pada April 1937 dan diresmikan pada 25 Mei 1940. Gedung ini
direncanakan khusus sebagai kantor baru Nederlandsch-Indisch Handelsbank (NIHB)
yang sedang mengembangkan bisnisnya ketika itu. Sebelumnya kantor NIHB Batavia
berlokasi di Jalan Kali Besar Barat No. 41.
(Sumber : Google street view)
(Sumber : Google street view)
Bangunan satu lantai dengan luas 4.233 m² ini hampir
menghabiskan keseluruhan tanahnya seluas 4.782 m². Dibangun dengan konstruksi
beton, beratap seng dan asbes gelombang, memperlihatkan kekokohan bangunannya.
Desain jendelanya sangat unik dibuat berjejer rapi simetris yang merupakan
karakter kuat gedung ini. Pada beberapa bagian terlihat juga penggunaan kaca
patri yang indah. Pemandangan indah dapat dijumpai mulai dari ruang lobby yang menampilkan
desain tangga menuju banking hall di lantai yang posisinya lebih tinggi. Tangga
kembar yang berbentuk lengkung ini menggunakan lantai marmer putih yang kontras
dengan lantai granit pada hall-nya. Penampilan tangga ini terkesan monumental.
Banking hall yang memiliki banyak kolom bulat di sekelilingnya membuat kesan
seperti berada di ruang pendopo. Pengolahan lantai granitnya dan pemilihan
warna serta tata cahayanya membuat nasabah dan tamu Bank pasti merasa nyaman di
gedung antik yang terawat baik ini
3.2.
BNI 46.
3.2.1.
SEJARAH BANGUNAN
(http://wikimapia.org/3752250/id/Bank-Negara-Indonesia-Kota)
Gedung ini dibangun pada tahun 1960
dari diresmikan pada tahun 1962yang merupakan
hasil rancangan arsitek F. Silaban, yaitu sorang arsitek indonesia yang
banyak merancang bangunan monumental di Jakarta, Gedung ini terletak di Jl.
Lada No.1, Jakarta Barat dan banyak
menggunakan permainan bidang untuk mengantisipasi curah hujan dan sinar matahari
yang banyak terdapat di negara tropis.
(http://ekbis.sindonews.com/read/882054/34/bni-dukung-revitalisasi-kota-tua-1405067587)
3.2.2.
FUNGSI BANGUNAN
Fungsi bangunan ini dahulu merupakan
sebuah bank yang melayani semua kegiatan yang bersangkutan dengan uang, bahkan
beberapa sumber mengatakan pada zaman 60an
untuk mengambil valuta asing hanya dapat diambil di gedung ini.
3.2.3.
GAYA BANGUNAN
Bangunan BNI 46 ini menganut gaya
international style atau yang lebih dikenal dengan gaya arsitektur tercermin
dari fasad bangunan yang berkarateristik seperti berikut :
• radikal penyederhanaan bentuk
• penolakan terhadap ornamen, dan
• adopsi dari kaca, baja dan beton sebagai bahan
pilihan.
• Transparansi konstruksi (ekspresi jujur struktur)
• Penggunaaan material/struktur pabrikasi
• Menggunakan bentuk-bentuk geometri. Berbentuk Kubus
sederhana “ Segiempat panjang yang menekan”.
• Semua bagian muka gedung bersudut 90 derajat dan
bertingkat. Bentuknya segi-empat atau penyiku.
• Jendela tersusun
secara garis horizontal dan membentuk suatu garis beraturan.
• Meminimalisir ornamen.
• Bentuk mengikuti fungsi
(http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1174265&page=19)
3.3.
Stasiun Kota.
Stasiun Jakarta
Kota (JAKK), adalah stasiun kereta api terbesar
di Indonesia yang terletak di Kelurahan Pinangsia, kawasan
Kota Tua, Jakarta, Indonesia. Stasiun ini adalah satu dari sedikit
stasiun di Indonesia yang bertipe terminus (perjalanan awal/akhir), yang tidak
memiliki jalur lanjutan lagi.
Sejak 2015,
stasiun ini hanya melayani rute komuter menuju daerah-daerah Jakarta dan
sekitarnya Tanjung Priok, Depok,Nambo, Bogor, dan Bekasi.
Stasiun Jakarta
Kota dikenal pula dengan sebutan Stasiun
Beos. Walaupun stasiun ini dinamakan "Stasiun Jakarta Kota" dari
semenjak berdiri, tetapi stasiun ini lebih dikenal dengan sebutan "Stasiun
Kota". Nama "Stasiun Kota" juga dapat merujuk
kepada Stasiun Surabaya Kota.
Keberadaannya
pada saat ini diperdebatkan karena hendak direnovasi dengan penambahan ruang
komersial. Padahal, stasiun ini sudah ditetapkan sebagai cagar budaya,
selain bangunannya kuno, stasiun ini merupakan stasiun tujuan terakhir
perjalanan. Seperti halnya Stasiun Surabaya Kota atau Stasiun
Semut di Surabaya yang merupakan cagar budaya, namun juga
terjadi renovasi yang dinilai kontroversial.
3.3.1. Sejarah.
Pada masa lalu,
karena terkenalnya stasiun ini, nama itu dijadikan sebuah acara oleh
stasiun televisi swasta. Hanya saja mungkin hanya sedikit warga
Jakarta yang tahu apa arti Beos yang ternyata memiliki banyak versi.
Yang
pertama, Beos kependekan dari Bataviasche Ooster Spoorweg
Maatschapij (Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur), sebuah
perusahaan swasta yang menghubungkan Batavia dengan Kedunggedeh. Versi
lain, Beos berasal dari kataBatavia En Omstreken, yang
artinya Batavia dan Sekitarnya, yang berasal dari fungsi stasiun sebagai
pusat transportasi kereta api yang menghubungkan Kota Batavia dengan
kota lain
seperti Bekassie (Bekasi), Buitenzorg (Bogor), Parijs
van Java(Bandung), Karavam (Karawang), dan lain-lain.
Sebenarnya,
masih ada nama lain untuk Stasiun Jakarta Kota ini yakni Batavia
Zuid yang berarti Stasiun Batavia Selatan. Nama ini muncul karena pada
akhir abad ke-19, Batavia sudah memiliki lebih dari dua stasiun kereta
api. Satunya adalahStasiun Batavia Noord (Batavia Utara) yang terletak di
sebelah selatan Museum Sejarah Jakarta sekarang. Batavia Noord pada
awalnya merupakan milik perusahaan kereta api Nederlands-Indische Spoorweg
Maatschappij, dan merupakan terminus untuk jalur Batavia-Buitenzorg. Pada tahun
1913 jalur Batavia-Buitenzorg ini dijual kepada pemerintah Hindia Belanda dan
dikelola oleh Staatsspoorwegen. Pada waktu itu
kawasan Jatinegara dan Tanjung Priok belum
termasuk gemeente Batavia.
Batavia Zuid,
awalnya dibangun sekitar tahun 1870, kemudian ditutup pada
tahun 1926 untuk direnovasi menjadi bangunan yang kini ada. Selama
stasiun ini dibangun, kereta api-kereta api menggunakan stasiun Batavia Noord.
Sekitar 200 m dari stasiun yang ditutup ini dibangunlah Stasiun Jakarta Kota
yang sekarang. Pembangunannya selesai pada 19 Agustus 1929dan secara
resmi digunakan pada 8 Oktober 1929. Acara peresmiannya dilakukan
secara besar-besaran dengan penanaman
kepala kerbau oleh Gubernur Jendral jhr. A.C.D. de
Graeff yang berkuasa pada Hindia Belanda pada 1926-1931.
Di balik
kemegahan stasiun ini, tersebutlah nama seorang
arsitek Belanda kelahiran Tulungagung 8
September1882 yaitu Frans Johan Louwrens Ghijsels. Bersama
teman-temannya seperti Hein von Essen dan F. Stolts, lelaki yang
menamatkan pendidikan arsitekturnya di Delft itu mendirikan biro
arsitektur Algemeen Ingenieur Architectenbureau (AIA). Karya biro ini
bisa dilihat dari gedung Departemen Perhubungan Laut di Medan Merdeka Timur,
Rumah Sakit PELNI di Petamburan yang keduanya di Jakarta dan Rumah Sakit Panti
Rapih di Yogyakarta.
Stasiun Beos merupakan
karya besar Ghijsels yang dikenal dengan ungkapan Het Indische
Bouwen yakni perpaduan antara struktur dan teknik modern barat dipadu
dengan bentuk-bentuk tradisional setempat. Dengan balutan art deco yang
kental, rancangan Ghijsels ini terkesan sederhana meski bercita rasa tinggi
(sumber : http://f-pelamonia.blogspot.co.id/2012/05/konservasi-stasiun-jakarta-kota.html)
3.3.2. Masa Kini.
Stasun Jakarta
Kota akhirnya ditetapkan sebagai cagar budaya melalui surat
keputusan Gubernur DKI JakartaNo. 475 tahun 1993. Walau masih
berfungsi, di sana-sini terlihat sudut-sudut yang kurang terawat. Keberadaannya
pun mulai terusik dengan adanya kabar mau dibangun mal di atas
bangunan stasiun. Demikian pula kebersihannya yang kurang terawat, sampah
beresrakan di rel-rel kereta. Selain itu, banyak orang yang tinggal di samping
kiri kanan rel di dekat stasiun mengurangi nilai estetika stasiun kebanggaan
ini. Kini Pihak KAI melalui Unit Pelestarian Benda dan bangunan bersejarah
telah mulai menata stasiun bersejarah ini
(sumber : http://f-pelamonia.blogspot.co.id/2012/05/konservasi-stasiun-jakarta-kota.html)
3.3.3. Konsep Perencanaan Konservasi
a.
Eksterior :
•
Menggunakan karakter kota tua / kota lama
sebagai daya tarik untuk memberikan nilai tambah pada bangunan Stasiun Jakarta
Kota.
•
Mempermudah pencapaian ke dalam kawasan, menata
sirkulasi kendaraan, dan pejalan kaki di dalam kawasan, serta menyediakan
sarana parkir yang mampu memenuhi kebutuhan aktivitas pengunjung pada kawasan
di sekitar bangunan Stasiun Jakarta Kota.
•
Menata kembali system peragangan kaki lima yang
berada di sekitar bangunan agar terlihat lebih rapi dan bersih.
•
Pengadaan kembali kawasan – kawasan hijau di
sekitar lokasi seperti taman dan sejenisnya sebagai sarana penunjang dan nilai
tambah dari bangunan.
•
Pengolahan fasad yang lebih menarik dengan tetap
mempertahankan bentuk aslinya, penertiban bagian - bagian fasilitas bangunan
yang mencederai fasad bangunan sebagai bagian dari usaha mempertahankan jejak
sejarah di kawasan Stasiun Jakarta Kota dan sekitarnya.
•
Penataan kebersihan dan keamanan di sekitar
bangunan juga sangat dibutuhkan untuk memperlihatkan nilai sejarah dari sisi
eksterior bagunan.
b.
Interior :
•
Penertiban kegiatan penjualan di dalam Stasiun
sangat dibutuhkan guna menjaga kebersihan dan kenyamanan penggunan stasiun.
•
Pengaturan tata tertib di dalam stasiun juga
sangat dianjurkan untuk menjaga ketertiban pengguna KRL sekaligus menciptakan
pemandangan yang suasan yang nyaman di dalam stasiun.
•
Khusus untuk bagian - bagian stasiun yang telah
termakan usia atau yang tidak terurus, dianjurkan untuk melakukan perbaikan dan
penataan kembali agar tidak menimbulkan pemandangan atau suasana yang
mengganggu.
•
Pengadaan fasilitas – fasilitas seperti tempat
duduk sangat dianjurkan untuk memberikan tempat istirahat sementara bagi para
pengguna KRL yang menunggu kedatangan/ keberangkatan KRL.
•
Penyediaan fasilitas penyebrangan antar rel/
tempat pemberhentian kereta juga sangat perlu. Selain untuk mengurangi waktu
dan jarak tempuh yang jauh karena harus kembali melalui jalur yang melalui
dalam stasiun, juga mencegah terjadinya kecelakaan kereta yang disebabkan oleh
aksi nekat para pengguna KRL yang menyebrang melalui jalur kereta.
3.4.
Museum Bank Mandiri.
Berdiri tanggal
2 Oktober 1998. Museum yang menempati area seluas 10.039 m2 ini pada
awalnya adalah gedung Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) atau
Factorji Batavia yang merupakan perusahaan dagang milik Belanda yang
kemudian berkembang menjadi perusahaan di bidang perbankan.
Nederlandsche
Handel-Maatschappij (NHM) dinasionalisasi pada tahun 1960 menjadi
salah satu gedung kantor Bank Koperasi Tani & Nelayan (BKTN) Urusan Ekspor
Impor. Kemudian bersamaan dengan lahirnya Bank Ekspor Impor Indonesia
(BankExim) pada 31 Desember 1968, gedung tersebut pun beralih menjadi
kantor pusat Bank Export import (Bank Exim), hingga akhirnya legal merger Bank
Exim bersama Bank Dagang Negara (BDN), Bank Bumi Daya (BBD) dan Bank
Pembangunan Indonesia (Bapindo) ke dalam Bank Mandiri (1999), maka gedung
tersebut pun menjadi asset Bank Mandiri.
Bangunan ini bergaya Art Deco. Awal mulanya
gedung ini digunakan sebagai gedung untuk memantau atau menyimpan hasil
perkebunan Kolonial Belanda yang didapatkan dari seluruh Indonesia. Gagasan
untuk mendirikan Museum Bank Mandiri didasarkan atas pemikiran untuk
menyelamatkan dan melestarikan benda-benda bersejarah di bidang perbankan yang
pernah beredar dan dipakai pada bank-bank yang berdiri di Indonesia. Museum ini
didirikan oleh pemerintah dalam rangka melestarikan peninggalan-peninggalan
sejarah di bidang perbankan dan alat tukar manusia, khususnya di Indonesia.
3.4.1.
FASAD BANGUNAN
(https://en.wikipedia.org/wiki/Bank_Mandiri_Museum)
Jika dilihat
dari fasad bangunan secara bentuk bangunan museum bank madiri tidak ada
perubahan namun ada beberapa bagian perubahan yaitu adanya penambahan dan pengurangan. penambahan pada bangunanan
museum ini terdapat pada bagian kolom yaitu, adanya pot – pot tanaman pada
bagian sisi kolom. Sedangkan untuk bagian yang hilang adalah tulisan
“nederlandsche handel maatschappij nv”
jika dilihat foto dulunya nama
tersebut etrdapat pada bagian atas depan
bangunan dan menjadi nama bangunan tersebut. sedangkang untuk yang sekarang
nama tersebut menghilang menjadi museum mandiri. Untuk elevation pada bangunan
ini baik dulu maupun sekarang tetap sama. Selain itu baik jumlah jendela bentuk
dan ornamen jika di bandingkan maka hal tersebut tetap sama dengan masa
kolonial dulu.
(http://www.geheugenvannederland.nl/?/nl/items/NFA02:cas-10334-4)
3.4.2.
FUNGSI RUANG
Jika dilihat
dari denah bangunan dahulu dan sekarang masih sama namun bedanya kalau bangunan
dahulu ruang ruang pada tiap bangunan digunakan untuk kegiatan berbankan secara
nyata, sedangkan untuk sekarang ruang tersebut tetap ada yang digunakan untuk
kegiatan berbangkan dan ada juga digunakan untuk pameran museum yang nuansa
ruang tersebut tetap terlihat dengan adanya biorama patung patung museum yang
sedang melakukan aktivitas berbangkan. Serta adanya penambahan fungsi ruang
yang baru.
a.
Di lantai basement, pengunjung dapat melihat
berbagai macam Brandkast untuk tempat penyimpanan uang, emas batangan, safe
deposit box dan surat berharga.
b.
Di lantai dasar, pengunjung dapat melihat
suasana ruang Kasir Cina dan operasional bank pada masa itu yang dilengkapi
oleh manekin (boneka sebesar ukuran manusia) untuk lebih memahami perbankan
tempoe doeloe. Di lantai dasar ini, juga terdapat berbagai mesin hitung, alat
tulis, surat deposito, buku kas besar, ATM (Anjungan Tunai Mandiri) dan
benda-benda perbankan dari masa ke masa.
c.
Di lantai atas terdapat ruang rapat dan ruang
direksi yang dalam kondisi terawat dan bersih. Ketika anda menaiki tangga, anda
akan melihat kaca mozaik yang sangat indah dalam menghiasi interior gedung.
d.
Untuk lantai paling atas, saat ini digunakan sebagai
tempat penyimpanan properti Bank Mandiri dan ruang pamer temporer (art center)
yang tertutup untuk umum.
(Sumber
:http://www.geheugenvannederland.nl/?/nl/items/NAI01:T17)
3.4.3.
INTERIOR BANGUNAN
Pada bagian
interior ruang, material serta warna , serta furniture tetap dipertahankan
keasliannya . hal ini jika kita bandingkan antara foto dahulu dengan yang
sekarang.
(http://colonialarchitecture.eu/islandora/object/uuid%3Ac4108332-fc41-4a27-a55e-408519ddb431/pages)
(http://colonialarchitecture.eu/islandora/object/uuid%3Ac4108332-fc41-4a27-a55e-408519ddb431/pages)
3.5.
Museum Bank Indonesia.
(Sumber : Google
image)
3.7.1. Sejarah
Museum Bank
Indonesia menggunakan bangunan dari De Javasche Bank. Jauh sebelum digunakan
sebagai kantor perbankan, digunakan sebagai rumah sakit di dalam kota
Batavia/Jakarta. Bangunan ini dirancang oleh sebuah biro insinyur arsitek yang
bernama Ed. Cuypers dan Hulswit, dimana badan ini didirikan oleh dua orang
arsitek berasosiasi yang kedua nama pemiliknya dijadikan nama perusahaannya,
yaitu : Architecten Bureau Ed. Cuypres & Hulswit. Pada tahun 1933 hingga
1935, bangunan ini mengalami perluasan dan renovasi, yang dilakukan oleh biro
perencana yang sama.
(Sumber : Google
image)
De Javasche Bank merupakan perusahaan swasta
yang modalnya berasal dari tiga puluh empat pemegang saham. Berdiri di Batavia
sesuai dengan akte pendirian (Acte van oprichting van de Javasche Bank) pada 24
Januari 1828. Di era selanjutnya, de Javasche Bank diberikan kuasa untuk
menjadi Perusahaan Terbatas –PT (Limited Liability Company) yang ketika itu
disebut Naamlooze Venootschap (NV) berdasarkan ketetapan Peraturan Perdagangan
(Commercial Code) yang dikeluarkan di Buitenzorg (kini Bogor) pada 16 Maret
1881.
3.7.2. Arsitektur Bangunan
Bangunan de Javasche Bank menempati sebuah
bangunan bekas rumah sakit Binnenhospitaal –yang berarti rumah sakit dalam
(Kota) masa Batavia selama hampir delapan puluh tahun. Semakin lama semakin
dirasakan perlu adanya penambahan ruangan baru. Sejak saat itu, mulailah de
Javasche Bank meminta Biro Arsitek Ed. Cuypers en Hulswit untuk merencanakan
pengembangan bangunan lama. Seluruh proses pembangunan disesuaikan dengan
kebutuhan dan perkembangan de Javasche Bank yang dimulai sejak 1910 hingga
1935.
(Sumber : Google
image)
Gedungnya
yang nampak megah dengan arsitektur kolonial, yaitu paduan langgam arsitektur
neo-klasik dengan unsur tropis, yang antara lain dicerminkan oleh dinding
tembok yang tebal, langit-langit tinggi, pilar-pilar kokoh, jendela-jendela
besar –biasanya berdaun ganda dengan kisi-kisi atau lubang angin. Ciri utama
dari gedung peninggalan de Javasche Bank adalah tampilnya ragam hias
tradisional sebagaimana terdapat pada candi-candi. Sementara, pilar-pilarnya
menampilkan detail-detail unik yang berasal dari detail candi Jawa dan
Sumatera.
(Sumber : Google
image)
a. Fasad
1.
Museum Bank Indonesia
memiliki gaya arsitektur neo-klasikal, sehingga nilai – nilai historis dapat
tercermin pada bangunan ini.
2.
Meskipun bangunannya
tua, bangunan tetap terlihat indah dan terawat. Kebersihan pada fasad bangunan
pun juga terjaga walaupun berada di lingkungan yang memiliki tingkat polusi
yang tinggi.
3.
Ornamen – ornamen klasik
dan warna bangunan yang putih membuat keindahan dan kemegahan bangunan ini
menjadi vokal point di lingkungan sekitarnya.
b. Interior Bangunan
(Sumber : Google
image)
1.
Seperti yang terlihat
dari fasad bangunan, interior bangunan ini memiliki gaya neo-klasikal atau
kolonial.
2.
Penggunaan bahan marmer
pada finishing lantai dan dinding membuat suhu ruangan menjadi sejuk dan
nyaman.
3.
Ventilasi dan jendela
yang lebar membuat ruangan loby mendapatkan pencahayaan alami yang cukup
sehingga dapat mengurangi penggunaan cahaya buatan dan menghemat energi.
4.
Interior terlihat
menarik dan indah walaupun tanpa diberikan dekorasi atau hiasan ruangan seperti
lukisan, vas, dll.
(Sumber : Google
image)
c. Sirkulasi dan akses
1.
Pencapaian ke bangunan
sangat mudah. walaupun memiliki pola pencapaian secara tersamar, akses dari
pintu gerbang tetap mudah dicapai karenna jarak antara pintu gerbang dan pintu
masuk museum sangat dekat.
2.
Berdasarkan denah di
atas, pola sirkulasi di museum bank indonesia cukup teratur, seluruh ruangan
display dapat dilalui oleh pengunjung searah dengan jalur sirkulasinya.
3.
Fasilitas toilet dan
mushola letaknya terlalu jauh sehinga menyulitkan akses pengunjung.
(Sumber : Google
image)
(Sumber : Google
image)
(Sumber : Google
image)
d. Ruang
Display
5.
pencahayaan pada barang
– barang display diarahkan dengan tepat sehingga pengunjung dapat melihat
secara jelas barang dan informasi di ruang display tersebut.
6.
Penyajian informasi di
ruang display sangat menarik, tidak hanya berupa tulisan tetapi juga berupa
gambar, patung dan film-film dokumenter/animasi.
7.
Keamanan barang – barang
display sangat terjamin karena barang – barang tersebut dilindungi oleh kotak
kaca sehingga penonton dapat melihat tanpa menyentuh. Dan juga ruang display
diberikan pembatas ruang gerak untuk pengunjung, alat deteksi dan fire
protection.
8.
Ruang display lebih
tertutup dibantingkan ruang lainnya untuk menjaga kelembapan barang – barang
display.
3.6.
Gedung PT. Kerta Niaga.
3.6.1. SEJARAH BANGUNAN
(http://tookick.blogspot.co.id/2013/04/pt-kerta-niaga_8.html)
Nama Bangunan Baru : PT. Kerta
Niaga
Nama Bangunan Lama : Kantor
Alamat : Jl. Kali Besar
Timur No. 9 Kel. Pekojan Kec. Tambora Jakarta Barat (Jakarta 11110)
Pemilik : PT. Kerta
Niaga
Dibangun sekitar abad ke 19, keberadaan bangunan ini
membentuk lingkungan bersejarah di kawasan tersebut yang mempunyai daya tarik
Pariwisata, khususnya nuansa Kota Tua. Bangunan ini masih asli dan dalam
keadaan baik dan cukup terawat. Terjadi penambahan pada elemen jendela.
Arsitektur : Bergaya Dutch Closed
Golongan : B
Sumber : Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta
Gedung Kerta Niaga dibangun sekitar tahun 1912 oleh Biro
Arsitek Ed Cuypers en Hulswit, yang dikenal sebagai biro arsitek bermashab
Amsterdam. Rancangan arsitektur mereka sangat kuat hubunganya dengan
Neo-Renaisance dan Art Nouveau. Bangunan ini sendiri bergaya arsitektur Dutch
Closed yang kokoh. Seluruh bangunan gedung berkesan tertutup, dengan atap yang
juga tertutup massif. Tak ada ruang terbuka pada bangunan ini. Belakangan
dilakukan penambahan elemen jendela yang berbeda dengan bentuk asalnya.
Awalnya bangunan ini digunakan sebagai kantor
perusahaan Koloniale Zee en Brand Assurantie Maatschappij. Saat terjadi
nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan Belanda akhir tahun 1950-an,
perusahaan ini berubah nama menjadi P.N. (Perusahaan Negara) Kerta Niaga.
Bidang usahanya pun berubah menjadi distributor barang, utamanya sandang-pangan
dan kebutuhan-kebutuhan pokok bagi rakyat. Bangunan ini pun lantas menjadi
asset P.N. Kerta Niaga, yang kemudian berubah status menjadi P.T. Kerta Niaga.
Ketika dilakukan efisiensi terhadap Badan Usaha Milik
Negara, P.T. Kerta Niaga dilikuidasi dan dilebur ke dalam P.T. Dharma Niaga.
Bangunan ini pun turut berpindah pengelolaan, juga ketika dilakukan
penggabungan (merger) atas tiga BUMN dibidang perdagangan yaitu, PT Panca
Niaga, PT Dharma Niaga, PT Cipta Niaga, menjadi PT Perusahaan Perdagangan
Indonesia (Persero). Meski beralih pengelolaan berkali-kali, kondisi bangunan
Kerta Niaga say ini masih cukup baik dan terawat, meski terdapat kerusakan
sana-sini karena termakan usia. Unsur-unsur keaslian bangunan pun masih kuat.
Sebagai perusahaan Kerta Niaga telah dilikuidasi, tinggallah bekas kantornya,
menyisakan kisah sejarah untuk dilestarikan.
Kronologi Bangunan
1912 : Pembangunan
gedung oleh Biro Arsitek Ed Cuypers en Hulswit
1912-1957 : Kantor Kolonialle
Zee en Brand Assurantie Maatschappij
>1966 : Kantor PN
Kerta Niaga
1970 :
Kantor PT Kerta Niaga
1998 : PT Kerta Niaga dilikuidasi menjadi
menjadi PT Dharma Niaga
2003 : Penetapan sebagai gedung milik PT
Perusahaan Perdagangan Indonesia
3.6.2. GAYA BANGUNAN
Bentuk bangunan ini didominasi oleh
bentuk bangunan Dutch Townhouse, dimana bangunan – bangunan berhimpitan satu
sama lain. Dan terlihat dari fasadnya yang tidak memiliki teras. Bangunan kerta
niaga juga menghadap sungai yang pada saat itu masih dipergunakan sebagai jalur
transportasi, sama seperti yang terjaidi di Belanda.
3.6.3. INTERIOR
Gaya interior
yang akan digunakan
adalah gaya interior
art deco sesuai
dengan tahun berdirinya bangunan tersebut,
dan juga berdasarkan
bentuk-bentuk dalam bangunan
yang menunjang untuk gaya tersebut
3.7.
PT. Asuransi Jasindo
Jalan Taman
Fatahillah, atau dulu dikenal dengan Stadhuisplein, merupakan bagian dari
kawasan Kota Tua Jakarta (Oude Batavia atau Jakarta Old Town) yang masih
menyisakan pesona keindahan masa lalunya. Salah satunya adalah Gedung Jasindo.
Gedung ini terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2 Kelurahan Pinangsia,
Kecamatan Taman Sari, Kota Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta. Gedung ini
berada di sebelah barat kantor pos jakarta kota, atau sebelah timur cafe
batavia
Gedung Jasindo
adalah bangunan bekas gedung NV West-Java Handel-Maatschappij (WEVA) atau
Kantoorgeouwen West-Java Handel-Maatschappij, yang dibangun pada tahun 1912.
Desain bangunan ini dilakukan oleh NV Architecten-Ingenieursbureau Hulswit en
Fermont te Weltevreden en Ed. Cupers te Amsterdam.
Gedung tersebut
sekarang dimiliki oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), namun sudah tidak
dipergunakan lagi lantaran kondisi gedung sudah mengkhawatirkan. Pada bagian
atapnya mengalami pelapukan. Setelah gedung dikosongkan oleh PT Jasindo, gedung
tersebut dimanfaatkan untuk hiburan biliar. Sebagian lagi digunakan untuk
berjualan pakaian, rokok, dan minuman ringan. Kondisi ini menyebabkan bangunan
tersebut semakin tidak terurus dan sangat memprihatinkan karena dibiarkan
terbengkelai oleh PT Jasindo tanpa ada pemeliharaan dan perbaikan.
Atap di lantai
3 sisi selatan gedung Jasindo telah runtuh. Dinding sisi barat juga telah rubuh
hingga separuh. Terdapat juga sedikit retak di kolom pada sisi barat dinding
yang telah roboh. Pada dinding-dinding baik di sisi barat dan timur serta
beberapa joint antara dinding dan tembok terlihat lapisan dinding (plaster)
yang telah terkelupas. Kondisi jendela yang terdapat pada bangunan terlihat
mulai lapuk pada kusen dengan beberapa kaca jendela telah lepas atau pecah. Di
bawah jendela terdapat lubang angin dengan dua pola bentuk yaitu persegi dan
bujur sangkar yang berornamen. Terdapat bangunan atap darurat di atas tangga.
Terlihat pula vegetasi yang tumbuh di atap bangunan yang masih tertinggal.
Ruangan yang
terdapat pada lantai 3 menggunakan ubin dengan paduan antara warna merah,
oranye dan ubin polos. Pola yang digunakan dalam menyusun ubin berupa persegi
panjang membentuk huruf L. Terdapat dua pintu besar pada area masuk bangunan.
Pada sisi utara ruangan terdapat ruang yang merupakan bekas lift. Plat lantai
dan balok bangunan terbuat dari beton dan pada kondisi terkini terlihat bahwa
lapisan terluar beton telah terkelupas sehingga terlihat tulangan besi yang digunakan.
Sedangkan kolom terbuat dari batu bata yang disusun dengan pola memanjang dan
melintang dan bergantian pada tiap baris.
Kawasan Kota
Tua saat ini sedang direvitalisasi agar dapat dikembangkan sebagai Zona Ekonomi
Khusus oleh JOTRC (Jakarta Old Town Revitalization Corporation) dan juga
sebagai destinasi wisata nasional oleh UPK (Unit Pengembangan Kawasan) Kota
Tua. JOTRC merupakan konsorsium swasta yang didirikan sekitar tiga tahun lalu
oleh beberapa orang yang merasa prihatin terhadap upaya pengembangan kawasan
Kota Tua Jakarta yang dikesankan berjalan di tempat.
Gedung bekas
WEVA ini termasuk salah satu bangunan lawas yang mendapat prioritas
rveitalisasi oleh JOTRC. Gedung ini sekarang kembali utuh dengan fasade yang
dikembalikan seperti aslinya. Hanya saja tulisan WEVA yang dulu ada di dinding
lantai tiga sekarang diganti tulisan Gedoeng Jasindo. Tulisan gedungnya
menggunakan ejaan lama di mana huruf u ditulis dengan huruf oe.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1.
Gedung Bank Mandiri Kanwil III.
Gedung ini memiliki klasifikasi pemugaran bangunan
golongan A, yaitu harus mempertahankan keasilan seluruh bangunan, dan hingga
kini bangunan ini masih terjaga keasliannya, gedung ini juga tetap sesuai
dengan fungsi nya sebagai bank hingga saat ini.
4.2.
BNI 46.
Gedung BNI 46 yang terletak di Jl. Lada No.1, Jakarta Barat merupakan
bangunan golongan tipe B yang dimana tidak boleh dilakukan perubahan baik pada
struktur utama dan fasad bangunan, namun dalam beberapa waktu terakhir
pemerintah melakukan perawatan pada bangunan tersebut yang bertujuan
melestarikan bangunan tanpa mengubah struktur
aslinya.
4.3.
Stasiun Kota.
Berdasarkan pengamatan dan
analisis dari data-data dan teori yang ada, saya menyimpulkan bahwa di dalam
pelaksanaan konservasi stasiun Kota Jakarta (BEOS) ini sangat mempertahankan
fungsi yang ada sejak dahulu, hal ini dapat dibuktikan dari fungsinya yang
masih sebagai stasiun induk kereta api. Secara arsitektur juga baik konsep,
interior maupun eksterior tetap terjaga sebagai mana aslinya.
4.4.
Museum Bank Mandiri.
Bangunan museum
mandiri termaasuk kedalam golongan A
dimana baik fasade bangunan, interior, struktur utama,dan ornamen tidak boleh ada yang dirubah berarti
harus sesuai dengan bangunan aslinya, namun jika dilihat dari ananlisis ada
perubahan bagian fasade bangunan dimana pada bagian sisi tiang terdapat pot pot
tanaman dan hilangnya tulisan asli nama bangunan tersebut. sedangkan untuk
struktur utama, ornamen dan interior bangunan tidak ada yang berubah.
4.5.
Museum Bank Indonesia.
Gedung ini
memiliki klasifikasi pemugaran bangunan golongan A, yaitu harus mempertahankan
keasilan seluruh bangunan, dan hingga kini bangunan ini masih terjaga
keasliannya, bagunan tua sebagai peninggalan sejarah adalah warisan budaya
bangsa, dimana terdapat kearifan tertentu yang sangat berperan sebagai pijakan
generasi masa kini dalam membangun masa depan. Tak hanya mewariskan dalam
bentuk kasat mata saja, tetapi juga esensi dan kualitas yang terkandung di
dalamnya. Peninggalan-peninggalan tersebut harus dijaga sebijaksana mungkin,
dalam niat maupun pelaksanaannya.
4.6.
Gedung PT. Kerta Niaga.
gedung
kerta niaga masih menyimpan potensi yang baik. Pemahaman mengenai pola ruang
dan keterkaitan dnegan kawasan sekitar yang mendalam dibutuhkan untuk dapat
mengidupkan kembali gedung ini serta perannya dalam revitalisasi kawasan kota
tua, tanpa melupakan karakter dan nilai sejarah bangunan.
Gedung PT.
Kerta Niaga tidak
banyak terdapat kerusakan
berat, kerusakan gedung ini
tergolong ringan maupun
semi berat. Bentuk
asli bangunan masih jelas
terlihat, upaya adaptive
reuse digunakan untuk
mempertahankan bangunan
bersejarah tersebut namun
memberikan fungsi yang
baru sesuai dengan masterplan revitalisasi
dan lingkungan sekitar
sehingga bangunan akan
tetap terawat sehingga menjadi bangunan yang berkelanjutan
4.7.
PT. Asuransi Jasindo
Bangunan Gedung Jasindo
termaasuk kedalam golongan A dimana baik fasade bangunan, interior,
struktur utama,dan ornamen tidak boleh ada yang dirubah berarti harus sesuai
dengan bangunan aslinya, Apabila kondisi bangunan buruk, roboh, terbakar atau
tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama
seperti semula sesuai
dengan aslinya. Dalam upaya
rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam
asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan. Gedung bekas WEVA ini termasuk
salah satu bangunan lawas yang mendapat prioritas rveitalisasi oleh
JOTRC. Gedung ini sekarang kembali utuh dengan fasade yang dikembalikan seperti
aslinya. Hanya saja tulisan WEVA yang dulu ada di dinding lantai tiga sekarang
diganti tulisan Gedoeng Jasindo.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Pelestarian
Bangunan Karya Arsitektur Antara Arkeologi dan Arsitektur, (Alia Sholeha, 2008, p. 9)
HIDAYATI, RAHMALIA . (2009). cara Pemanfaatan Bangunan Kuno Dan Bersejarah Sehingga Layak Menjadi
Bangunan Cagar Budaya. [ONLINE] . tersedia : http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20249496-R050912.pdf
[ 06 juni 2016 ]
https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Bank_Mandiri
http://www.academia.edu/24272203/Analisa_Gaya_Art_Deco_pada_Kaca_Patri_Museum_Bank_Mandiri_Jakarta
https://museumku.files.wordpress.com/2010/05/kartum-setiawan-belajar-perbankan-di-museum-bank-mandiri.pdf
http://koentjoro7.blogspot.co.id/2013/04/pengertian-konservasi-arsitektur.html
Google
streetview
http://kekunaan.blogspot.co.id/2012/07/gedung-ex-nederlandsch-indisch.html
https://kaysafamily.wordpress.com/2013/03/22/jelajah-kota-toea-jakarta/
http://wikimapia.org/3752250/id/Bank-Negara-Indonesia-Kota
http://ayokejakarta.blogspot.co.id/2012/06/kota-tua.html
http://antariksaarticle.blogspot.co.id/2012/04/beberapa-teori-dalam-pelestarian.html
http://f-pelamonia.blogspot.co.id/2012/05/konservasi-stasiun-jakarta-kota.html
http://azhenk2009.blogspot.co.id/
http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1174265&page=19
http://kekunaan.blogspot.co.id/2012/07/gedung-ex-nederlandsch-indisch.html
http://slideplayer.info/slide/3061934/
https://kaysafamily.wordpress.com/2013/03/22/jelajah-kota-toea-jakarta/
http://www.kompasiana.com/asepkambali/menjelajahi-dua-museum-gokil-di-kota- tua_5500c40da33311c56f512204
https://strafaelyudistira.wordpress.com/2016/02/04/arsitektur-museum-bank-indonesia/
http://www.iai-jakarta.org/?scr=08&ID=242&selectLanguage=2
http://tookick.blogspot.co.id/2013/04/pt-kerta-niaga_8.html
https://issuu.com/anggiqbal/docs/kerta_niaga_fix.pptx
http://thesis.binus.ac.id/Doc/WorkingPaper/2014-2-01221-AR%20WorkingPaper001.pdf
https://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab5/2014-2-01221-AR%20Bab5001.pdf
https://issuu.com/gierlangbhaktiputra0/docs/yang_dulu_yang_sekarang_resize_2
http://www.indischeliterairewandelingen.nl/index.php/wandelingen/158-jakarta-2-stadhuisplein-stationsplein