Seluk Beluk Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah area memanjang/jalur dan
atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam. RTH merupakan sebuah elemen penting bagi sebuah kota yang
keberadaannya diatur dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
“ UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang :
Pasal 29
(1) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf a terdiri
dari ruang terbuka hijau
publik dan ruang
terbuka hijau privat.
(2) Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota
paling sedikit 30
(tiga puluh) persen dari luas
wilayah kota.
(3) Proporsi ruang terbuka hijau publik pada
wilayah
kota paling sedikit 20
(dua puluh) persen dari luas
wilayah kota. “
Ruang Terbuka Hijau dibagi dalam dua jenis, yang pertama
yaitu Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau
orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain
berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami
tumbuhan. Dan yang kedua Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang
dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan
untuk kepentingan masyarakat secara umum.
Ruang Terbuka Hijau berfungsi sebagai paru-paru kota yang
mampu mengurangi kadar polusi dan menghasilkan oksigen, sehingga kualitas udara
akan lebih baik. Keberadaan RTH di suatu kota juga akan memberikan banyak
manfaat, antara lain sebagai pemberi kesejukan, dan penyerap air hujan.
Secara fisik, RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami dan RTH
non alami atau binaan. RTH alami misalnya habitat liar alami, kawasan lindung
dan taman-taman nasional, sedangkan RTH binaan berupa taman, lapangan olahraga,
pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan.
Ruang Terbuka Hijau di Solo
Undang-undang
mengatur bahwa jumlah RTH di suatu kota adalah sebanyak minimal 30% dari luas
wilayah kota tersebut. Namun, pada kenyataannya belum semua kota di Indonesia
memiliki RTH sebanyak 30%.
Solo
merupakan salah satu kota di Indonesia yang belum mencapai target minimal
30% untuk RTH. Saat ini, RTH di kota solo tersebut berjumlah sekitar 12,02%
dari luas wilayah kota Solo yang mencapai 4.404 hektare.
Namun kota solo sedang giat-giatnya melakukan penghijauan
dan mempunyai target tahun 2015 kota solo menjadi ‘kota dalam kebun’. urabaya
merupakan salah satu kota yang terbilang berhasil dan berkomitmen dalam
meningkatkan ketersediaan lahan terbuka hijau. Hal tersebut dapat terlihat dari
upaya yang dilakukan dari tahun ke tahun, diantaranya :
penghijauan dan penataan kawasan Hutan Kota, pemeliharaan
Taman Sekartaji, pemeliharaan taman urban forest, pemeliharaan koridor
Ngarsopuro, pemeliharaan kawasan Galabo, penataan Jln. Gatot Subroto dan Jln.
Sudirman.
Pagarisasi Hijau.
Pembuatan Resapan Air. Penyusunan Perda tentang Pengelolaan
Air Tanah. Pembuatan 500 unit sumur resapan, biopori, penyusunan kajian potensi
air tanah, desain pengembangan dan pengelolaan air tanah.
Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Fisik, yakni berupa
pemeliharaan sarana dan prasarana taman-taman kota, jalan, saluran, penerangan
umum, lalu lintas, persampahan, meterisasi PJU, dan penggantian PJU dengan PJU
hemat energi.
Revitalisasi Bangunan Warisan Cagar Budaya
Pemberlakuan kebijakan Clean Air, Kerjasama dengan
GIZ mengenai program SUTIP, CASC, PAKLIM, Pelaksanaan Car Free Day. Car
Free Daykami dari Purwosari sampai Ngladag, sepanjang 3-4 km, terpanjang di
seluruh Indonesia.
Perkembangan kota solo
Tata ruang kota sudah mulai nampak, dengan adanya Ruang
Terbuka Hijau (RTH). RTH ini sudah hampir memenuhi seperti undang-undang, yaitu
30%. 20% ruang terbuka hijau dari publik, 10% dari privat. Yang Pemkot sudah
lakukan baru 11,9%.
kesimpulan :
Ruang Terbuka Hijau sangat amat dibutuhkan oleh sebuah kota. dengan adanya RTH mampu memberikan beragam manfaat, mulai dari
menurunkan suhu kota, menjaga kualitas udara, dan menjadi daerah resapan air
hujan untuk menghindari banjir ataupun tanah longsor. Namun dalam kenyataannya masih sangat banyak kota di Indonesia
yang memiliki RTH dibawah standar 30% yang ditetapkan undang-undang.
Solo adalah satu contoh kota yang sukses meningkatkan jumlah RTH di wilayahnya. Meskipun
masih jauh daristandar minimal, namun usaha ini patutlah diapresiasi dan
menjadi contoh bagi kota-kota lain yang belum memiliki kesadaran untuk
mengembangkan RTH.
Pemerintah suatu kota harus mampu menjadi motor penggerak dalam
mengusahakan keberadaan Ruang Terbuka Hijau. namun masyarakat juga
harus mendukung program pemerintah, dimulai dari yang paling sederhana yakni
dengan ikut merawat serta menjaga ruang-ruang terbuka hijau yang sudah ada agar
tidak rusak atau terbengkalai. Kerjasama yang baik dari dua sisi ini tentunya
akan berdampak baik, karena keberadaan RTH di suatu kota tentunya akan
memberikan manfaat baik dari segi keindahan maupun kesehatan bagi siapapun yang tinggal di kota tersebut.
Sumber :
http://swa.co.id/business-strategy/management/tahun-2015-solo-menjadi-kota-dalam-kebun
http://togurio.blogspot.com/2014/10/ruang-terbuka-hijau.html
http://www.solopos.com/2013/04/20/ruang-terbuka-hijau-di-solo-baru-21-398643
http://www.tempo.co/read/news/2012/10/01/058432899/Solo-Susun-Raperda-Ruang-Terbuka-Hijau
http://www.soloblitz.co.id/2013/05/06/solo-belum-penuhi-target-ruang-terbuka-hijau/
http://yogya.antaranews.com/berita/311486/ruang-terbuka-hijau-solo-baru-1202-persen
0 komentar:
Posting Komentar